Jakarta, Gatra.com – Kasus penangkapan Anton Gobay, warga Papua, terkait kepemilikan senjata api (senpi) ilegal di Provinsi Sarangani, Filipina pada 7 Januari 2023 memantik kesadaran banyak pihak akan sindikat penyelundupan senjata yang mengancam keamanan di Tanah Air. Berdasarkan wawancara dengan tim gabungan Polri di Filipina belum lama ini, Anton Gobay mengaku bahwa senjata yang ia peroleh akan dibawa ke Papua untuk mendukung kegiatan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Tak main-main, bersama dua warga lokal, Anton Gobay diamankan dengan barang bukti selusin senjata api berkekuatan tinggi. Gobay yang berprofesi sebagai pilot itu juga mengungkap posisi pentingnya di struktur West Papua Army/WPA (Tentara Papua Barat) di bawah Panglima West Papua Army Damianus Magai Yogi sebagai Kepala Staf Angkatan Udara WPA.
Kejadian pengungkapan senpi ilegal tersebut menjadi “lampu merah” bagi banyak pihak bahwa eskalasi konflik di Papua mengalami pengerasan sebagai dampak masifnya peredaran senpi ilegal di Bumi Cenderawasih. Nahasnya, sebagian besar dari senjata tersebut didistribusikan kepada kelompok separatis atau KKB Papua.
Pengamat militer Soleman B. Ponto mengatakan, eskalasi konflik di Papua yang meningkat berdampak pada tingginya angka peredaran senpi ilegal. Ponto menyebut, peredaran senpi bak fenomena “gunung es” di mana akan banyak senjata yang tidak terdeteksi yang masuk ke Papua melalui pasar gelap.
Menurutnya, pola transaksi senjata mengikuti kaidah ekonomi, yakni permintaan dan penawaran. Permintaan senjata api tidak hanya berasal dari kelompok separatis di Papua, namun juga individu. Ada pihak yang menggunakan senjata untuk kegaduhan dan menyerang aparat, lalu ada juga pihak yang membutuhkan senjata untuk melindungi diri.
“Sepanjang yang di sana itu [Papua] ada pertikaian selama itu senjata akan masuk. Karena yang berencana menyerang ada lalu yang ingin mempertahankan diri juga ada,” kata Ponto kepada Gatra.com.
Ponto menyebut, merujuk pada pengalaman konflik di Aceh, sangat sulit bagi pemerintah memberantas peredaran senjata api. Hal itu disebabkan banyaknya transaksi gelap yang tidak terendus aparat keamanan. “Aceh saja, waktu saya menerima senjata dari GAM itu yang kita tahu 400 pucuk, tapi yang diserahkan 1.018 pucuk. Artinya, banyak yang tidak terdeteksi. Itu Aceh yang pantainya tidak sepanjang Papua,” ujar mantan Kepala Badan Intelijen dan Strategis (BAIS) itu.
Menurutnya, profesi Anton Gobay sebagai pilot tidak menjadi jaminan kemudahan untuk memperjualbelikan senjata api. Sebab, membawa masuk senjata ilegal lewat jalur udara lebih sulit. “Lebih mudah dia masukkan senjata dari Bougenville (Papua Nugini) dibandingkan Filipina. Lewat jalur darat lebih gampang,” katanya.
Meski demikian, Anton Gobay punya sejumlah alasan untuk mendatangkan senpi di Filipina ke Papua. “Pertama, di sana (Filipina) ada tempat pembuatan senjata api. Kedua, di sana juga senjata itu relatif mudah beredar sehingga banyak penggunaan senjata api,” ia memaparkan. Ponto mengatakan, jalur senjata ilegal ke Papua tidak hanya berasal dari Filipina tetapi juga Bougainville, Papua Nugini.
“Kalau saya melihat Papua akan banyak datang [senjata ilegal] dari Bougainville. Itu sisa-sisa Bougainville. Bougainville kan perang kemerdekaan. Setelah sekarang merdeka, lari kemana senjatanya,” ucapnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Eva Yuliana meminta pemerintah memperketat pengawasan di perbatasan dengan Filipina. Hal ini dilakukan menyusul ditangkapnya Anton Gobay terkait kepemilikan senjata api ilegal di Filipina yang diduga akan diselundupkan ke Papua.
Menurutnya, pembelian senjata api ilegal dari Filipina bukan pertama kali terjadi. “Filipina Selatan menjadi salah satu wilayah rawan penyelundupan senjata ke Indonesia. Sebelum ditangkapnya Anton Gobay, ada pula kasus transaksi senjata api ilegal dari Filipina ke Indonesia. Pengawasan di perbatasan laut kita harus diperketat, sehingga penyelundupan bisa digagalkan,” ujar Eva.
Legislator NasDem itu meminta Polri untuk terus mengusut jaringan atau kelompok yang terkait dengan Anton Gobay. Bahkan, ia meminta Anton Gobay dibawa ke Indonesia untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Tentunya kita mengapresiasi Kepolisian Filipina yang telah menangkap yang bersangkutan. Kita juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk segera membawa tersangka tersebut ke Indonesia untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” pungkas Eva.